Senin, 22 Maret 2010

mushola abu darda'

Musala Abu Darda’, Dondong Ngaliyan
Pertahankan pengajian kitab gundul


Image
Foto : Abbas
MUSALA adalah tempat untuk beribadah salat. Biasanya berbentuk masjid kecil yang dapat menampung sekitar 80-an jamaah. Bedanya dengan masjid adalah, musala tidak dipergunakan untuk salat Jumat. Sementara soal fungsi, selain untuk beribadah, tidak banyak musala yang dipergunakan sebagai sarana pendidikan. Kalau pun ada, biasanya kalau bersamaan dengan datangnya bulan Ramadan. Di salah satu sudut Kota Semarang, terdapat sebuah musala yang pada hari-hari ini tidak hanya untuk sarana salat saja, namun juga untuk sarana pendidikan yang bersumber dari kitab-kitab gundul atau klasik, yakni musala Abu Darda’ yang berada di Kampung Dondong, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Semarang.
Selama Ramadan ini, beberapa kitab kuning menjadi bahan materi pengajian setiap harinya. Di antaranya Jawahirul Bukhari yang berisi tentang hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, Durrotun Nasihin yang bermaterikan fiqh atau syariah keislaman, dan Syarah Sulam Taufiq yang bermaterikan tentang akhlak kehidupan sehari-hari. Ketiga kitab tersebut merupakan kitab-kitab klasik yang biasa dikaji di pondok-pondok pesantren salaf.

Dalam sejarahnya, musala ini berdiri pada tahun 1612 M, tiga tahun setelah berdirinya Pondok Pesantren Luhur Dondong yang berada satu komplek Yayasan Pesantren Luhur Kampung Dondong. Penggagasnya yaitu Ki Syafi’i Pijoro Negoro, salah seorang keturunan Ki Ageng Gribig dari Jatinom Klaten.

Ki Syafi’i Pijoro Negoro merupakan salah seorang komandan pasukan Sultan Agung Mataram, yang pada tahun 1629 M ikut serta menyerbu Batavia (sekarang Jakarta) yang telah diduduki VOC (Belanda).

Sejak berdiri hingga sekarang, musala Abu Darda’ baru tiga kali direhab. Meski demikian, proses perbaikan itu tak pernah menghancurkan bentuk bangunan semula. Biasanya, rehab itu diperlukan ketika atap-atap musala bocor disaat musim hujan datang. Sebab dalam sejarahnya pula, hampir seluruh bangunan musala terbuat dari bahan kayu.
Dibakar Belanda
Pada zaman Perang Diponegoro, musala ini sempat menjadi markas gerilya anak buah Pangeran Diponegoro. Begitu pada tahun 1949, pemanfaatan yang sama juga dilakukan yakni oleh gerilyawan dari Badan Keamanan Rakyat/- Tentara Keamanan Rakyat (BKR/TKR), yang terkenal dengan nama Markas Medan Barat.
Di bawah pimpinan Letkol Iskandar Idris, para kiai dan santri Luhur Dondong bergabung dengan BKR/TKR melawan penjajah. Dan sampai tahun 1949 pondok ini digunakan sebagai Markas gerilya TNI.Lantaran dijadikan markas para gerilyawan, Belanda pernah membakar musala ini.
Pascadibakar Belanda, para kyai setempat dibantu masyarakat sekitar membangun kembali musala ini dengan bentuk semula. Kali terakhir rehab dilakukan sekitar 1980-an, namun hanya sekadar mengganti mustaka atau kubah musala dengan kubah baru tapi desain lama.
Sekarang ini tampuk pimpinan pesantren maupun yang merawat musala tersebut berada di tangan KH Ahmad Bulqin, keturunan ke IV Ki Syafi"i Pijoro Negoro. Menurut Zamqolun, keturunan ke VI Ki Syafi"i Pijoro Negoro, para pengurus yayasan akan melakukan renovasi musala Abu Darda" secara besar-besaran pada 14 Syawal 1428 atau 26 Oktober 2007.
"Karena musala sudah tidak layak lagi, serta dirasa tidak nyaman ketika digunakan untuk beribadah. Ada atap yang bocor, papan-papan sudah pada rapuh. Namun kami akan mempertahankan bentuk bangunan seperti semula. Guna renovasi tersebut, kami membutuhkan dana sebesar Rp 400 juta. Untuk itu, kami mohon kepada para alumni untuk ikut berpartisipasi," tandas Zamqolun.

terminal mangkang

Keberadaan kota Semarang yang strategis dimana berlokasi di titik tengah jalur Pantura dan berada pada simpul jalur penghubung utama antara jalur Pantai Utara dan Pantai Selatan memberikan keuntungan yang kedepan diharapkan dapat menjadi modal bagi Kota Semarang untuk berkembang menjadi simpul jasa dan distribusi serta pintu gerbang ke wilayah-wilayah lain.

Keberadaan strategis Kota Semarng ini saat ini didukung oleh Terminal Terboyo sebagai yang diras kurang efektif dalam mengatur perjalanan dari daerah barat menuju Solo, Jogja, Magelang dan sebaliknya. Untuk itu, Senin(8/8) diadakan peresmian Terminal penumpang tipe A Mangkang yang terletak di daerah Semarang Barat.

Terminal yang diresmikan langsung oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Ir. Jusman Syafii Djamal ini memiliki berbagai fasilitas diantaranya emplasemen penurunan lantai 2, emplasemen pemberangkatan 2 lantai, emplasemen angkota, area parkir AKAP dan mobil seluar 21.500 m2, bengkel bus, bangunan genset, serta mushola. Selain itu, terminal penumpang tipe A Mangkang ini juga dilengkapi dengan pos TPR bus, pos TPR parkir mobil/ motor, toko atau kios berbagai ukuran, toilet serta penginapan bagi para kru bus.

Kedepan, diharapkan dengan beroperasinya Terminal Mangkang ini akan meningkatkan pelayanan transportasi khususnya di Kota Semarang” ungkap Plh. Walikota Semarang, Mahfudz Ali, SH. MSi.

Lebih lanjut, dengan adanya terminal Mangkang ini akan dapat mendukung pembangunan wilayah serta meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat, khususnya di Kota Semarang, lanjut Plh. Walikota.

Terminal Mangkang rencananya akan melayani tiga angkutan penumpang yaitu penumpang Antar Kota Antar Propinsi(AKAP), Antar Kota Dalam Propinsi(AKDP), serta Angkutan Kota/ Angkutan Pedesaan. Untuk AKAP akan dioperasikan 6 lintasan baik baik untuk asal atau tujuan kota dan luar Kota Semarang. Sedangkan untuk AKDP jangkauan pelayanannya dinilai sudah baik dimana saat ini telah melayani 13 kabupaten. Jenis moda angkutan yang melayani AKDP ini terdiri dari dua jenis bus yaitu bus besar standar dengan kapasitas 54 tempat duduk dan mikro bus dengan kapasitas 16 hingga 24 tempat duduk. Selain, AKAP dan AKDP terminal Mangkang juga melayani 9 trayek angkutan perkotaan dan 1 trayek angkutan angkutan pedesaan.

Untuk pembiayaan pembangunan, terminal Mangkang ini dibiayai dari dana APBD II dengan total dana sebesar 46,5 miliar rupiah. Pembiayaan pembangunan terminal Mangkang ini terdiri dari enam tahap yang dimulai dari tahun 2003.

Menteri Perhubungan RI, Ir. Jusman Syafii Djamal dalam sambutannya mengungkapkan selamat dan kebanggaannya atas inisiatif pembangunan terminal Mangkang yang diklaim sebagai terminal penumpang terbesar di Pulau Jawa ini.